3024

September 9, 2016 § 2 Comments

sendangsono

Karena mengeluh sudah tak boleh lagi tercatat dalam kamus hidup saya.

Mengeluh itu mudah, semudah membalikkan telapak tangan. Tetapi mengeluh itu juga sulit, sesulit membalikkan telapak tangan yg kena stroke.

Oke, becanda.

Kata orang-orang, Tuhan tidak akan memberikan cobaan di luar batas kemampuan makhluknya. Lalu siapa yg tau sampai di mana batas kemampuan dirinya sendiri? Saya sendiri kadang merasa tak ada batasnya. Karena itu versi cobaannya pun jadi tak berbatas.

Logikanya sih gitu.

Kondisi  psikis yg sedang melemah menambah godaan tuk bertemu orang lain. untuk mengeluh. Atau kadang tuk mendengar keluhan orang lain sehingga bisa merasa dirinya masih dalam kondisi jauh lebih baik alias ternyata masih ada yg lebih apes dari gue.

Berpikir tentang hidup dan masa depan. Kadang saya berpikir, mengapa harus dipikirkan? Mengapa tidak dijalani saja? Bukannya melelahkan, sudah harus dijalani, pake dipikirkan pula.

Merepotkan.

Ada yg bilang hidup itu pilihan. Tidak. Menurut saya hidup bukan pilihan. Hidup itu di’pilih’kan, tetapi menjalani hidup adalah pilihan. Bahkan disaat tidak memilih pun itu suatu pilihan.

Siapa orang tua kita, tanggal berapa kita lahir, jenis kelamin apa yg kita miliki, hal-hal teknis seperti itu kita tidak bisa memilih. Mungkin bisa, mungkin ada nego-nego tersendiri antara kita dan Si Pemberi Hidup, tapi ada yg ingat pernegoan tersebut? Ada? Tidak?

Jadi, mari anggaplah hidup kita sudah dipilihkan.

Sedangkan bagaimana cara menjalaninya, terserah yg bersangkutan. Walaupun ada faktor eksternal yg membantu (atau menyesatkan) pilihan-pilihan yg diambil, tapi tetap yg memilih yg bersangkutan bukan?!

Bodoh bila menyalahkan orang atau hal lain atas pilihan yg diambil.

Karena resiko ditanggung penumpag.

Itu prinsip saya.

Makanya, mengeluh itu lebih menyebalkan daripada mendengarkan keluhan orang lain.

~salam~

§ 2 Responses to 3024

Leave a comment

What’s this?

You are currently reading 3024 at pethakilan.

meta