just label

February 13, 2013 § 3 Comments

talktomyhand

ada benarnya mengapa pada akhirnya mayoritas orang tidak benar-benar menunjukkan sisi terdalam dari isi kepala dan hatinya. sisi di mana itulah dirinya yg sebenarnya, jujur tanpa topeng wajah ato pun atribut tingkah laku. bertindak apa adanya. bahkan ke orang-orang terdekatnya.

saya menyadari hal itu semalam. saya yg jijik dengan topeng dan atribut tersebut, akhirnya bisa menerima kenyataan bahwa setiap orang ternyata memang membutuhkan ‘tameng’ tuk menjaga identitas aslinya. tuk menjaga eksistensinya. agar tidak terdzolimi. agar tidak disakiti.

sepanjang yg saya liat, ada alasan utama mengapa mereka -termasuk saya- membutuhkan ‘tameng’ tersebut. LABELING. masyarakat kita adalah masyarakat yg sadar tidak sadar seenak jidat tetangga gemar menempelkan label. tidak hanya pada benda mati tetapi juga pada yg hidup, manusia misalnya.

label ini mempengaruhi tingkah laku, pola pikir, sudut pandang, kadar empati, dan blablabla lainnya. label pun membentuk apa yg disebut dengan expectancy ato pengharapan. logika sederhananya, tak mungkinkan seseorang berharap mendapatkan rasa udang dari sesuatu yg bernama sayur bayam. begitupun dengan manusia, rasa-rasanya agak tidak masuk akal bila seorang pemuka agama lebih diharapkan tuk rajin mabuk-mabukan dan berjudi dibanding beribadah dan berdakwah setiap harinya. benar? correct me if i’m wrong.

pada dasarnya tak ada manusia yg tak ingin diakui keberadaannya oleh manusia lain. manusia butuh manusia lain untuk hidup. namanya juga makhluk sosial. dan begitu kita berkenalan dengan orang baru, sadar tidak sadar label itu telah ditempelkan. ah, bahkan tanpa berkenalan pun pelabelan ini bisa saja terjadi. gaya berpakaian, logat ato cara berbicara, kebiasaan-kebiasan kecil, pekerjaan, umur, daerah asal, agama, ato lain sebagainya adalah item-item standar pelabelan.

a simple sample, seorang perempuan berjilbab sedang duduk manis di suatu tempat umum. kedua matanya sibuk menatap ke arah layar laptop meneliti ulang hasil pekerjaannya. walau di kedua tangannya tidak terlihat ia memegang apapun, sesekali tetap terlihat tangan kirinya meraih sebatang rokok yg berada di asbak tak jauh dari laptop yg sedang ia tatap. what do you think? or people think? positif? negatif? baik? buruk? pantas? tidak pantas? ato apa?

and how ’bout this. same situation, same scene, and same person. yg berbeda hanya gaya berpakaiannya, bajunya modis layaknya anak muda jaman sekarang dan rambutnya terurai tanpa ditutupi oleh jilbab. now, what do you think? or people think? still same? okey, gimana kalo personnya laki-laki bukan perempuan? ato yg dipegang bukan rokok tapi botol bir? ato gelas kopi? ato lintingan cimeng? ato ternyata ia asyik menatap layar laptop karena sedang menonton film kartun? ato malah film bokep?

apakah apa yg ada di kepala akan tetap sama? jujur saya meragukannya. hanya dengan merubah ‘satu item’ di dalam adegan tersebut, cara melihat pun akan ikut berubah. aksi-reaksi saling berkorelasi.

labeling-labeling tersebut, mau tidak mau membuat manusia jadi hidup dengan ‘tameng-tameng’ yg mereka buat. #pencitraan kalo kata anak-anak G4UL jaman sekarang. prft.

saya sering kali mendengar statements seperti,

“gue ga mau ah deket-deket dia, dari gayanya keliatan tukang ngutang sih.”

“karena gue pake ini (merujuk pada atribut berpakaian) makanya gue ga mungkin bisa gini di depan umum (merujuk pada kelakuan).”

“di depan ortu sih laki, tapi kalo udah keluar rumah ya tetep lekong donk cyiin.. bokap-nyokap gue **** soalnye.”

“jujur, cuma sama beberapa orang gue bisa ngomong bebas ngeluarin isi kepala gue, ke orang lain? no. sayang donk sama image anak-baik-baik-berbudi-pekerti-luhur-tak-kenal-apa-itu-dosa-dunia yg selama ini gue bangun.”

“kalo orang ***** pasti deh kelakuannya kayak gitu, gatel!”

“kok lo makan di situ sih? itukan produk ******. HARAM.”

“yakin lo ga ngobat? gaya lo aja kayak gini.”

daaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaan lain sebagainya. membuat mulut manggap kening berkerut dalam. membuat saya serta merta dengan sadar dan tulus ikhlas melakukan hal yg sama seperti apa yg baru saja mereka lakukan. do labeling. ditujukan khusus kepada mereka yg baru saja mengeluarkan statements tersebut. label dangkal dan picik. hehehehe..

ingatkah kalian akan cerita-cerita dongeng di masa kecil yg bercerita tentang bagaimana para peri sang pengendali unsur-unsur alam selalu berusaha menyembunyikan nama mereka yg sebenarnya agar tidak bisa dikendalikan oleh entitas lain ato bahkan oleh peri lain untuk hal-hal jahat? sehingga mereka punya minimal dua nama, nama asli dan nama palsu, sebagai pelindung. ingat?

saya rasa, manusia pun begitu. hanya saja tidak seperti peri, manusia bisa memalsukan lebih dari sebatas nama, bahkan memalsukan perasaan pun manusia juga bisa. tergantung kebutuhan. tergantung kepentingan.

dan sejak tadi malam, saya tidak akan lagi komplain dengan topeng wajah, atribut tingkah laku, labeling, pencitraan, ato apapun itu. saya akan mengerti, ato minimal berusaha mengerti. kalo pun masih tidak bisa, saya akan maklum, ato minimal berusaha maklum. hehehe.. toh pencitraan antagonis yg saya pilih tidak mewajibkan saya tuk bermanis-manis di muka umum. dan label anak baik tentunya bukan ‘prestasi’ yg harus saya capai. ya toh?

*dan walau begitu, jujur saja, menjadi antagonis itu bukan hal yg mudah. trust me.*

~salam~

§ 3 Responses to just label

Leave a comment

What’s this?

You are currently reading just label at pethakilan.

meta